Kala fajar menyingsing, penduduk sebuah kawasan kumuh di New Delhi ke
luar rumah, menuju rel kereta api, untuk melakukan sesuatu yang biasanya
hanya dilakukan di tempat paling privat: buang hajat.
Satu demi
satu, mereka datang dengan menenteng botol berisi air. Beberapa mencoba
untuk bersembunyi, lainnya cuek. Gemuruh kereta api yang mendekat,
klakson yang dibunyikan, memperingatkan mereka yang berjongkok massal
menyingkir.
Itu rutinitas yang dilakoni Mukesh setiap hari,
selama 40 tahun hidupnya. "Tentu saja aku malu, tapi apa lagi yang bisa
kulakukan?," kata pemilik toko kecil itu, menyeringai malu.
Sistem kereta api India, yang membawa 11 juta penumpang setiap harinya adalah kehidupan di negara itu, dalam arti sesungguhnya.
Namun,
seorang pejabat pemerintah menyebutnya sesuatu yang lain. Sebuah
perumpamaan yang jujur. "Rel kereta api di India adalah toilet terbuka
terbesar di dunia," kata Jairam Ramesh, Menteri Pembangunan Pedesaan,
pada peluncuran bio-toilet baru-baru ini. "Hampir 60 persen orang yang
buang hajat di tempat terbuka ada di India. Kita seharusnya malu dengan
ini."
Kalaiselvi, adalah salah satu yang malu dengan kondisi ini.
Demi mengejar hidup yang lebih baik, perempuan 24 tahun itu
meninggalkan desanya di selatan India dan pindah ke New Delhi. Ia tak
menyangka, buang hajat saja jadi perjuangan berat di ibukota.
"Tak ada toilet di sini," kata dia. "Aku sangat malu, pria dan wanita saling berdekatan, ini kondisi yang sungguh sulit.
Setiap
harinya, Kalaiselvi berusaha menahan perutnya yang melilit. Ia hanya
pergi ke rel pukul 04.00 pagi, sebelum matahari terbit, atau setelah
mentari tenggelam pukul 18.00.
Padahal, tempat hidup Mukesh dan
Kalaiselvi, sebuah pemukiman padat yang dihuni 3.000 orang, hanya
beberapa menit dari Commonwealth Games Stadium yang megah dan deretan
hotel bintang lima yang menjulang angkuh. Sebuah ironi di India, dan
banyak negara berkembang lain di dunia.
Menenteng ponsel, tak punya toilet
Menurut
data Badan Kesehatan Dunia (WHO), tempat terbuka menjadi toilet bagi
sekitar 625 juta penduduk dunia. Sementara sensus pemerintah terbaru
menunjukkan, setengah dari rumah tangga di India tidak punya toilet,
tapi kebanyakan orang memiliki telepon genggam. Sebanyak 53.2% penduduk
India punya ponsel, berbanding 46.9% yang punya akses ke toilet layak.
Kalaiselvi mengaku tak bisa membangun toilet, bahkan jika ia bisa. Sebab, tak ada drainase limbah di area tempat tinggalnya.
"Dari
7.935 kota di India, hanya 162 memiliki fasilitas pengolahan limbah,"
kata Bindeshwar Pathak, pendiri Sulabh International - sebuah LSM yang
bekerja untuk menyediakan toilet ramah lingkungan berbiaya rendah untuk
kaum miskin India selama lebih dari 40 tahun.
Kini, Pathak punya
inovasi dan solusi sederhana yang bisa membantu transformasi kehidupan
jutaan orang India. Namanya, Sulabh Shauchalya atau toilet Sulabh, yang
berbasis pada dua lubang, untuk satu jamban. Satu lubang untuk menampung
kotoran, lainnya untuk komposting. Lubang tidak memakai beton agar
tanah alami mengubah kotoran menjadi pupuk.
Biaya pembuatannya
relatif murah, sekitar US$15 atau kurang dari Rp150.000. Hanya perlu
seliter air untuk menyiramnya, sementara jamban biasa perlu 7-10 liter
air.
Sulabh International telah membangun setidaknya 1,2 juta
jamban rumah tangga dan 8.000 toilet umum di seluruh India. Pathak
mengatakan, pemerintah India telah membuat 50 juta toilet dengan konsep
dua lubang itu. Teknologi yang sama juga diterapkan untuk 14
negara-negara lain di Afrika.
Sementara di sebuah desa di Mewat,
distrik Haryana, hanya 100 kilometer dari New Delhi, Sulabh telah
membangun toilet dua lubang untuk setiap rumah tangga. "Sebelumnya kami
pergi ke hutan untuk buang hajat dan terbiasa jadi santapan nyamuk dan
lalat, lalu jatuh sakit. Sejak ada toilet, semuanya berubah, desa lebih
bersih dan lebih baik," kata Shakuntala, salah satu warga.
Ini
yang membuat warga desa luar biasa bangga. Mereka menjaga toilet di
rumah mereka bersih dan merasa hidup jauh lebih maju. "Telepon genggam
memang berguna, tapi punya toilet membuatku lebih bermartabat, aku
memang hanya punya satu ponsel, tapi toiletku ada dua," kata Shakuntala,
bangga. (sj)
0 komentar:
Posting Komentar